Sudah menjadi pemandangan yang lazim di sekitar kita, muslim dari kalangan balita hingga lanjut usia sibuk dengan ponsel pintar di tangannya. Mereka habiskan waktu berjam-jam dalam sehari menatap layar kaca kecil tersebut tanpa jenuh. Kemajuan teknologi yang begitu pesat berhasil merubah cara kita berinteraksi dan menuntut ilmu. Namun kita harus waspada bahwa teknologi bagai dua sisi mata pisau. Bila dimanfaatkan dengan baik akan membawa kebahagiaan dan begitu pula sebaliknya jika lalai akan membawa kesengsaraan dan penyesalan. Ini saatnya kita introspeksi diri dan kembali fokus kepada tujuan dari kehidupan kita sebelum terlambat.
Ilmu adalah hal paling penting bagi manusia dalam menjalani kesehariannya. Dengan ilmu, seseorang mampu mengendarai sepeda motor dengan baik, dokter mampu memberikan resep untuk pasiennya dan semisalnya. Semua yang tersebut di atas adalah perihal ilmu dunia yang digunakan sementara, lalu bagaimana dengan akhirat yang manusia akan tinggal selama-lamanya disana? Allah Ta’ala berfirman :
يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” [i]
Untuk berhasil di dunia membutuhkan ilmu, apalagi untuk meraih surga. Ilmu agama merupakan faktor utama dalam hal diterima atau tidaknya suatu amalan, sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang beramal tanpa dasar dari kami, maka amalan tersebut tertolak”[ii]
Jika kita memperhatikan kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kita dapatkan bagaimana seorang Rasul Allah, yang juga seorang suami, bapak, menantu, kepala pemerintahan, pemimpin perang, kepala perekonomian masih dapat menuntut ilmu yang diturunkan Allah melalui malaikat Jibril dalam kesehariannya. Begitu juga para sahabat radiyallahu ‘anhum yang selalu berusaha membersamai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terus belajar kepadanya. Tak jarang mereka melontarkan pertanyaan kritis, karena sadar betapa pentingnya ilmu agama. Semua dilakukan atas semangat menyiapkan bekal di Akhirat nanti.
Berdasarkan penelitian terbaru, diperkirakan 229 juta penduduk Indonesia adalah penganut agama Islam atau 87.2% dari total masyarakat Indonesia.[iii] Namun sedihnya, angka yang besar tersebut tidak serta merta menunjukan kuatnya umat Islam. Hal ini terbukti dengan sepinya masjid di kala jam salat, banyaknya wanita dewasa yang tidak menutup aurat, tersebarnya tempat-tempat maksiat, banyaknya pejabat muslim korupsi, selebritis yang tertangkap narkoba atau yang terbaru, seorang artis pedofil yang disambut bak pahlawan ketika keluar dari penjara. Konser dan tempat hiburan penuh dipadati pengunjung, sementara kajian ilmu agama kosong melompong. Menurut riset yang dilakukan PTIQ, Muslim yang mampu membaca Al-Qur’an yang hanya 35 persen dari jumlah muslim di Indonesia.[iv] Semua parameter ini menunjukkan kurangnya ilmu dan pengamalan agamanya.
Kemampuan membaca Al-Qur’an yang rendah menjadi faktor utama rendahnya ilmu agama seseorang, karena bagaimana mungkin suatu ilmu dapat diamalkan jika membacanya saja tidak mampu. Hanya dengan membaca, lalu mengetahui arti, tafsir dan maknanya maka seseorang dapat mengamalkan ilmu agama tersebut. Belum lagi masalah ini selesai, datang masalah baru yang disebabkan oleh teknologi. Perkembangan teknologi yang sangat cepat menyebabkan banyak perubahan signifikan dalam keseharian. Kita yang biasa hidup tenang dan bebas dari gangguan, mendadak harus beradapatasi dengan derasnya informasi yang masuk melalui ponsel pintar. Saat ini ponsel pintar menjadi kebutuhan utama, berdasarkan penelitian kominfo di tahun 2017 menunjukan 66,3% masyarakat Indonesia memilikinya.[v]
Teknologi ponsel ini mampu mendatangkan informasi yang bermanfaat atau tidak bermanfaat dalam waktu singkat, dan mencuri waktu penggunanya tanpa disadari. Dari sisi manfaat, ponsel pintar dapat digunakan untuk memperdalam ilmu agama dengan melihat rekaman video dari para syekh dan ulama yang masyhur atas keilmuannya di mana saja dan kapan saja. Atau dapat juga digunakan untuk membaca buku-buku agama baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa Arab. Namun tidak dapat dipungkiri, efek negatif ponsel pintar juga besar, apalagi bila dimiliki oleh orang yang awam. Ponsel tersebut hanya digunakan untuk membaca berita gosip, politik, berselancar di sosial media, main gim daring setiap harinya.
Seorang muslim yang baik harus mengerti bahwa dunia ini adalah tempat melakukan amal saleh dan waktu akan terus berjalan hingga ajal datang menjemput. Ibnu Mas’ud berkata :
ما ندمت على شيء ندمي على يوم غربت شمسه نقص فيه أجلي ولم يزدد فيه عملي
“Tidak ada yang paling kusesali selain aku menyesal ketika matahari terbenam dan dengannya ajalku berkurang namun amalku tidak bertambah”[vi]
Kematian akan datang dan tidak ada yang dapat menunda walau sedetikpun, sudah seyogyanya seorang muslim memanfaatkan waktunya dengan baik dan menjauhkan diri dari perbuatan sia-sia. Memiliki tekad kuat untuk menggunakan ponselnya untuk menambah ilmu agama dan menyadari bahaya lalai yang disebabkan ponsel tersebut.
Ketika kita menyadari bahwa ilmu agama itu sangat penting dan pengetahuan kita yang masih sangat sedikit sudah sepatutnya kita berbenah dan merubah tujuan hidup. Perubahan ini kita dapat lakukan dengan mengubah cara kita memakai ponsel. Bila selama ini lebih banyak digunakan sebagai hiburan semata, sekarang kita ubah fungsinya untuk memperdalam ilmu agama, mulai dengan menghapus aplikasi yang melalaikan dan mengunduh yang bermanfaat seperti aplikasi Al-Qur’an dan tafsirnya. Dengan ponsel dan jadwal rutin setiap hari dalam menuntut ilmu agama, kita mulai prioritaskan hidup kita di dunia untuk kehidupan selama-lamanya di Akhirat nanti. Tentu perubahan butuh kesabaran dan penuh ujian, namun sesuai janji Allah Ta’ala dari hadis Qudsi yang diriwayatkan Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu:
إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَيَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّي ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا وَإِذَا أَتَانِي مَشْيًا أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Jika seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” [vii]
Allah tidak akan langgar janji-Nya dan yang kita dapat lakukan adalah berusaha keras dan terus berdoa.
Moga Allah berikan kemudahan bagi kita untuk istikamah dan mengganjar dengan surga Firdaus.
[i] QS. Al-Mu’min (40): 39.
[ii] Abu al-Husein, Shahih Muslim,(Kairo: Dar al-Kutub, 1918) III:1343.
[iii] Dre Desilver dan David Masci, ”World’s Muslim population more widespread than you might think”(https://www.pewresearch.org/fact-tank/2017/01/31/worlds-muslim-population-more-widespread-than-you-might-think/, Diakses tanggal 7 September 2021, 12:09)
[iv] Muhyiddin, “50 Persen Umat Islam Indonesia Belum Bisa Baca Alquran“ (Https://www.republika.co.id/berita/pgfc9e366/50-persen-umat-islam-indonesia-belum-bisa-baca-alquran, Diakses tanggal 7 September 2021, 13:10)
[v] Ananda Syaifullah, “66,3% masyarakat Indonesia Memiliki Smartphone” (Http://indonesiabaik.id/infografis/663-masyarakat-indonesia-memiliki-smartphone-8, Diakses tanggal 7 September 2021, )
[vi] Abdul Aziz Salmani, Miftahul Afkar,(Riyadh: T.P., 1422H), 3: h.29.
[vii] Abu Abdillah Muhammad Ibn ‘Isma’il Al-Bukhary, Shahih Al-Bukhary( Beirut: Daar Ibn Katsir, 1987), IX:157.