fbpx

Penggalian Sumur Zamzam

Sepeninggal Nabi Isma’il ‘alaihis salam dan kedua anaknya (Nabit & Qaidar), urusan Makkah diambil alih oleh kakek mereka Madhdhadh bin ‘Amr Al-Jurhumi. Demikian kepemimpinan kota Makkah terus berada di tangan suku Jurhum. Semua putra Nabi Isma’il ‘alaihis salam menempati kedudukan terhormat di hati mereka, namun mereka tidak memiliki kedudukan apa pun dalam pemerintahan.

|Baca juga : ‘Abdul Muththalib

Semakin hari keadaan anak cucu Nabi Isma’il ‘alaihis salam tetap redup tak menentu hingga suku Jurhum semakin melemah menjelang munculnya Nabuchadnezzar. Di lain pihak, bintang politik Adnan bersinar di Makkah sejak masa itu. Hal ini ditandai dengan serangan Nabuchadnezzar terhadap bangsa Arab di Dzat Irq (sekarang menjadi salah satu Miqat Haji, pent.). Pada peristiwa ini, yang memimpin bangsa Arab bukan lagi dari suku Jurhum tetapi malah Adnan sendiri.

Keadaan suku Jurhum semakin memburuk dan sulit hidup. Menyebabkan mereka menzhalimi orang-orang yang datang ke kota Makkah & merampas harta milik administrasi Ka’bah. Hal ini menimbulkan kemarahan Bani Adnan.

Ketika Khuza’ah melintasi Marr azh-Zhahran dan menyaksikan Bani Adnan meninggalkan suku Jurhum, dia tak menyia-menyiakan kesempatan tersebut, atas bantuan beberapa marga dari Bani Adnan yaitu Bani Bakr bin Abdu Manaf bin Kinanah, mereka memerangi suku Jurhum, akibatnya mereka terusir dari Makkah, untuk kemudian menguasai pemerintahan Makkah pada pertengahan abad ke II M. Tatkala orang-orang Jurhum mengungsi keluar Makkah, mereka menyumbat sumur Zamzam dan menghilangkan jejak posisinya serta mengubur beberapa benda di dalamnya.

Ibnu Ishaq berkata,
Amr bin al-Harits bin Madhdhadh al-Jurhumi (bukan Madhdhadh al-Jurhumi tertua yang sebelumnya pernah disinggung pada kisah Nabi Isma’il ‘alaihis salam) keluar dengan membawa pintalan Ka’bah dan Hajar Aswad lalu mengubur keduanya di sumur Zamzam, kemudian dia dan orang-orang Jurhum yang ikut bersamanya berangkat menuju Yaman. Mereka sangat sedih sekali karena harus meninggalkan kenangan di Makkah dan kekuasaan yang pernah mereka pegang di sana.”

‘Abdul Muththalib bermimpi diperintahkan untuk menggali Zamzam dan dijelaskan di mana letaknya, lantas dia melakukan penggalian (sesuai dengan mimpi tersebut) dan menemukan benda-benda terpendam yang dulu sempat dikubur oleh suku Jurhum. Benda-benda tersebut berupa pedang-pedang, tameng-tameng besi (baju besi) dan dua pangkal pelana terbuat dari emas. Kemudian dia menempa pedang-pedang tersebut untuk membuat pintu Ka’bah, sedangkan dua pangkal pelana ditempat menjadi lempengan-lempengan emas lalu ditempel di pintu tersebut. Dia juga memberi minum jama’ah haji dengan air Zamzam.

Ketika sumur Zamzam mulai kelihatan, orang-orang Quraisy mempermasalahkannya. “Izinkan kami bergabung!”, kata orang-orang Quraisy. “Aku tidak akan melakukannya sebab ini merupakan sesuatu yang khusus diberikan kepadaku.”, Kata Abdul Muththalib.
Mereka tidak tinggal diam dan menggelar permasalahannya ke sidang pengadilan yang dipimpin oleh dukun wanita dari Bani Sa’ad, di pinggiran negeri Syam. Namun dalam perjalanan mereka ke sana, bekal air habis, lalu Allah menurunkan hujan untuk Abdul Muththalib sementara tidak setetes pun tercurah untuk mereka. Mereka akhirnya mengetahui bahwa urusan Zamzam telah dikhususkan untuk Abdul Muththalib sehingga mereka memutuskan pulang. Saat itulah Abdul Muththalib bernadzar bahwa jika Allah mengaruniakan kepadanya sepuluh orang anak dan mereka sudah menginjak usia baligh, dia akan menyembelih salah seorang dari mereka di sisi Ka’bah.

FOOT NOTES:

“Mimpi ‘Abdul Muththalib”

Ketika Abdul Muththalib sedang tidur di Hijr Ismail, dia mendengar suara yang menyuruhnya menggali tanah. “Galilah thayyibah (yang baik)!”. “Yang baik yang mana?”, tanyanya. Esoknya, ketika tidur di tempat yang sama, dia mendengar lagi suara yang sama,  menyuruhnya menggali barrah (yang baik). Dia bertanya, “Benda yang baik yang mana?”, lalu dia pergi.

Keesokan harinya, ketika tidur di tempat yang sama di Hijr Ismail, dia mendengar lagi suara yang sama, menyuruhnya menggali madhmunah (sesuatu yang berharga). Dia bertanya, ”Benda yang baik yang mana?”. Akhirnya pada hari yang keempat dikatakan kepadanya: “Galilah Zamzam!”. Dia bertanya, ”Apa itu Zamzam?
Dia mendapat jawaban: “Air yang tidak kering dan tidak meluap, yang dengannya engkau memberi minum para haji. Dia terletak di antara tahi binatang dan darah. Berada di patukan gagak yang hitam, berada di sarang semut”.

Sesaat Abdul Muththalib bingung dengan tempatnya tersebut, sampai akhirnya ada kejelasan dengan melihat kejadian yang diisyaratkan kepadanya. Kemudian iapun bergegas menggalinya. Orang-orang Quraisy bertanya kepadanya, ”Apa yang engkau kerjakan, hai Abdul Muththalib?”. Dia menjawab, ”Aku diperintahkan menggali Zamzam”. Sampai akhirnya ia beserta anaknya, Harits mendapatkan apa yang diisyaratkan dalam mimpinya, menggali kembali sumur Zamzam yang telah lama dikubur dengan sengaja oleh suku Jurhum, tatkala mereka terusir dari kota Makkah. [1]

“Qushay bin Kilab”

Mengenai identitas Qushay,
Diceritakan bahwa ayahnya meninggal dunia saat di masih dalam momongan ibunya, kemudian ibunya menikah lagi dengan seorang laki-laki dari Bani Azarah yaitu “Rabi’ah bin Haram”, lalu ibunya dibawa ke negeri asalnya di pinggiran kota Syam. Ketika Qushay beranjak dewasa, dia kembali ke kota Makkah yang kala itu diperintah oleh Hulail bin Habasyiah dari suku Khuza’ah, lalu dia mengajukan pinangan kepada Hulail untuk menikahi putrinya, Hubbe, maka gayung pun bersambut dan dia pun menikahkannya dengan putrinya tersebut. Ketika Hulail meninggal dunia, terjadi perang antara Khuza’ah dan Quraisy yang berakhir dengan berkuasanya Qushay atas urusan kota Makkah dan Ka’bah.

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air Zamzam,

إِنَّهَا مُبَارَكَةٌ إِنَّهَا طَعَامُ طُعْمٍ

“Sesungguhnya air Zamzam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang mengenyangkan.”
(Hadits Riwayat Muslim no.4520)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ

“Air Zamzam sesuai keinginan ketika meminumnya.”[Maksudnya do’a apa saja yang diucapkan ketika meminumnya adalah do’a yang mustajab].
(Hadits Riwayat Ibnu Majah, 2/1018. Lihat Al Maqosid Al Hasanah, As Sakhowiy hal. 359. [Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan lighoirihi. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no.1165])

Diringkas dari Sumber Buku:
– Ar-Rahiq al-Makhtum (Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, edisi revisi); Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri (Penerbit Darul Haq, Jakarta).
– [1] Bidayah wan-Nihayah, Ibnu Katsir, 2/244-245

Semenjak sumur Zamzam ditemukan dan akhirnya diurus oleh Abdul Muththalib, maka tanggung jawab dan kedudukannya semakin besar di Makkah. Apakah dia dikaruniai sepuluh orang anak?
Nantikan Episode selanjutnya ya. in syaa Allah kita semua diberi rizki umur dalam keberkahan. Aamiin.
Mari bersholawat atas Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mari mempelajari perjalanan hidup suri teladan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

The Habaib – Media Islam dan Kajian Online

Leave a Reply

*