Sungguh sangat disayangkan sekali kondisi umat Islam saat ini. Di antara kaum muslimin masih saja bingung mencari kebenaran. Sehingga di antara mereka mempercayai beberapa orang yang mengaku sebagai rasul dan mengikuti ajarannya.
Hal ini sudah berlangsung sejak dulu dengan pengakuan Musailamah Al Kadzdzab sebagai Nabi. Kemudian pada abad ke-20 ini muncul lagi ajaran-ajaran yang baru yang mengaku sebagai ajaran Islam, padahal sungguh sangat jauh dari Islam. Di antara ajaran tersebut adalah ajaran Ahmadiyah dari India, begitu juga ajaran seorang wanita yang bernama Lia Aminudin yang mengaku sebagai penyampai wahyu yang diberikan kepada anaknya yang diangkat sebagai Nabi. Akhir-akhir ini muncul pula aliran yang bernama Al Qiyadah Al Islamiyah yang juga mempunyai rasul yang baru muncul tahun 2000.
Maka benarlah sabda suri tauladan kita hingga akhir zaman yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang setiap perkataannya adalah jujur dan dibenarkan, yakni ”Tidak akan tiba hari kiamat sampai dibangkitkan dajjal-dajjal pendusta yang berjumlah sekitar 30 orang. Semuanya mengklaim bahwa dirinya adalah Rasulullah” (HR. Bukhari).
Kenabian (Nubuwwah) adalah Pilihan Allah
Perlu kita ketahui bahwa kenabian (nubuwwah) merupakan pilihan Allah Ta’ala, sebagaimana firman-Nya:
اللَّهُ يَصْطَفِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا وَمِنَ النَّاسِ ۚ إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
”Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al Hajj [22] ayat 75).
Kenabian (nubuwah) bukanlah hasil kerja keras hamba, yang dicari dengan membebani diri melakukan berbagai macam ibadah, menghiasi diri dengan akhlaq dan selalu melatih diri. Allah membantah perkataan mereka ini dalam firman Allah lainnya :
قَالُوا لَنْ نُؤْمِنَ حَتَّىٰ نُؤْتَىٰ مِثْلَ مَا أُوتِيَ رُسُلُ اللَّهِ ۘ اللَّهُ أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
”Mereka berkata: Kami tidak akan beriman sehingga diberikan kepada kami yang serupa dengan apa yang telah diberikan kepada utusan-utusan Allah. Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (QS. Al An’am [6] ayat 124)
Perlukah Diutus Rasul Baru?
Inilah yang menjadi inti pembahasan. Banyak aliran baru yang mengaku sebagai Islam yang muncul pada abad milenium saat ini dengan membawa ajaran dan pemahaman baru yang tidak ada contoh dari generasi terbaik umat, yakni para sahabat. Padahal Nabi kita shallallahu ’alaihi wa sallam sudah menjelaskan bahwa tidak ada nabi dan rasul lagi sesudah beliau. Dan tidak ada wahyu lagi setelah diutusnya beliau. Maka untuk menjawab mereka yang mengatakan masih perlu adanya rasul baru, akan kita paparkan alasan yang biasanya mereka pakai, beserta argumentasi kita di dalamnya.
SEBAB I, pada suatu umat, sebelumnya telah diutus seorang Nabi. Namun, Nabi tersebut tidak mengajari mereka. Nabi tersebut diutus kepada umat lainnya dan ajaran tersebut sampai kepada mereka. Jawaban: Sebab ini tidak mungkin ada setelah diutusnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, karena Islam saat ini sudah tersebar di setiap negeri hingga pelosok, sehingga tidak butuh lagi adanya rasul baru.
SEBAB II, pada suatu umat, sebelumnya telah diutus seorang Nabi. Namun ajarannya telah hilang karena telah dilupakan atau telah bercampur dengan berbagai penyimpangan hingga umat tersebut tidak dapat mengikuti ajaran tersebut dengan benar dan sempurna. Jawaban: Sebab ini juga tidak mungkin ada, karena Al Qur’an dan As Sunnah telah Allah jaga dan pelihara. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
”Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al Hijr [15] ayat 9).
SEBAB III, pada umat tersebut, sebelumnya telah diutus seorang Nabi dan ajarannya juga berlaku untuk umat sesudahnya. Ini berarti sangat dibutuhkan diutusnya Nabi selanjutnya untuk menyempurnakan ajarannya. Jawaban: Sebab ini tidak mungkin ada setelah diutusnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, karena agama ini telah sempurna sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah [5] ayat 3).
SEBAB IV, pada umat tersebut telah diutus seorang nabi. Namun, sangat dibutuhkan pula diutusnya nabi bersamanya untuk membenarkan dan menguatkannya. Jawaban: Jika ini memang sangat perlu dan sangat mendesak untuk membenarkan dan menguatkan ajaran Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam tentu saja Allah akan mengutus seorang Nabi di zaman beliau shallallahu ’alaihi wa sallam. Namun kenyataannya tidak ada seorang Nabi yang Allah utus pada zaman tersebut.
(Empat sebab ini disebutkan oleh Abul A’la Al Maududi sebagai bantahan kepada Ahmadiyah yang dinukil dari Al Irsyad ila Shohihil I’tiqod)
Kesimpulan : Setelah diutusnya Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, maka ke empat sebab ini sudah tidak ada lagi,. Oleh karena itu yang menjadi kesimpulan pembahasan kita adalah bahwa, tidak ada nabi-nabi baru lagi sesudah beliau. Titik
Referensi :
- Artikel Buletin At Tauhid
The Habaib – Media Islam dan Kajian Online
